Problem Makanan TKI muslim - Haram menjadi halal sebab Darurat

Problem Makanan TKI muslim
Haram menjadi halal sebab Darurat

Kondisi darurat mempunyai hukum tersendiri yang berbeda dengan kondisi normal. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang [ketika disembelih] disebut [nama] selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa [memakannya] sedang ia tidak menginginkannya dan tidak [pula] melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Baqarah [2]: 173)

Ayat-ayat yang selain diatas yang senada dengan ini banyak sekali, yaitu: 
Jamuan (Al-Mā'idah):5 - Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-nan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.

Binatang Ternak (Al-'An`ām):119 - Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.

Binatang Ternak (Al-'An`ām):145 - Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Lebah (An-Naĥl):115 - Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Ayat-ayat ini menunjukkan pembolehan mengkonsumsi makan makanan yang haram tersebut dalam kondisi darurat. Dengan ini, semua yang asalnya haram pun bisa menjadi boleh jika dalam kondisi darurat.

Lalu apa sebenarnya Dhorurot itu?
“Sebuah kebutuhan yang sangat mendesak yang menjadikan seseorang terpaksa menerjang larangan syar’i.”

Maknanya, kondisi darurat adalah sebuah kebutuhan yang sangat mendesak, di mana tidak mungkin dihindari yang menyebabkan seseorang menerjang dan melanggar larangan syar’i yang bersifat haram. Dan kalau keharaman itu tidak diterjang maka akan menyebabkan sesuatu yang membahayakan dirinya. Bahaya fatal menyangkut keselamatan jiwa raga ataupun nyawa.

Lalu apakah batas bahaya tersebut? Imam Suyuthi –dalam Asybah wan Nazho’ir– menjawabnya. Beliau rahimahullah berkata:

“Dhorurot adalah sampainya seseorang pada sebuah batas di mana jika dia tidak melakukan yang terlarang (haram) maka dia akan binasa atau mendekati binasa. Kondisi inilah yang membolehkan pelanggaran larangan.”

Namun jika tidak sampai pada batas tersebut, maka tidak disebut “dhorurot”, tetapi itulah yang diistilahkan oleh para ulama dengan “hajah”. Imam Suyuthi rahimahullah berkata:

“Hajah adalah semacam orang yang lapar yang seandainya dia tidak mendapatkan apa yang dia makan maka dia tidak binasa, hanya saja dia akan mengalami kesulitan dan keberatan. Ini tidak membolehkan perkara yang haram dan hanya membolehkan berbuka saat puasa.”

Sebab-Sebab yang bisa dikatakan Darurat:
Demi menjaga jiwa dan akal, seseorang boleh memakan bangkai kalau dalam kondisi sangat lapar, yang seandainya tidak makan bangkai tersebut, ia meninggal dunia.

Syarat-syarat keadaan dhorurot antara lain :
1. Kondisi bahaya besar itu telah benar-benar terjadi atau belum terjadi, namun diyakini atau diprediksi kuat akan terjadi. yang di mana kalau tidak menerjang yang haram, maka akan membinasakannya atau minimalnya mendekati kebinasaan. Misalnya disuatu tempat kita kelaparan. Benar benar kelaparan disana hanya ada daging babi. Jika kita tidak memakannya kita kemungkinan tidak bisa bertahan hidup. Kita tidak punya bekal dan masih jauh dari tempat yang mungkin ada makanan halal. 
Dalam suatu hadits diriwayatkan: Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallahu ‘anhu berkata: Kami pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, kami berada di sebuah negeri yang terkena paceklik, maka bangkai apa yang halal untuk kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Apabila kalian tidak menyiapkannya sebagai sarapan pagi atau makan sore, maka silakan memakannya.” (HR. Ahmad: 1600 dan dishahihkan oleh Hakim 4/125)

2.Tidak bisa dihilangkan dengan cara yang halal.

Maknanya bahwa bahaya itu tidak bisa dihilangkan kecuali dengan cara haram, dan tidak ada satu pun cara halal yang bisa mengatasinya. Namun, apabila ditemukan cara yang halal meskipun dengan kualitas di bawahnya, maka harus dan wajib menggunakan cara halal tersebut.

Dalil syarat ini, firman Allah Ta’ala: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (QS. At-Taghobun [64]:16)

3. Ukuran melanggar larangan saat kondisi terpaksa itu harus dilakukan sekadarnya saja.

Maksudnya bolehnya melakukan yang terlarang saat kondisi darurat tersebut, hanya sekadar untuk menghilangkan bahaya yang menimpa dirinya saja. Jika bahaya tersebut sudah hilang maka tidak boleh lagi melakukannya. Allah berfirman: Barangsiapa dalam keadaan terpaksa [memakannya] sedang ia tidak menginginkannya dan tidak [pula] melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.al-Baqarah [2]: 173)

Atas dasar ini, orang kelaparan yang kalau tidak makan bangkai akan meninggal dunia maka boleh makan sekadar untuk menyambung hidupnya saja. Tidak boleh sampai kenyang. Ibaratnya hanya sekedar mengganjal perut agar tenaga kembali pulih.

4. Waktu melanggar larangan saat kondisi darurat ini tidak boleh melebihi waktu darurat tersebut.

Artinnya, kalau kondisi itu sudah hilang maka tidak boleh lagi melakukan perkara terlarang tersebut. Itulah yang sering diistilahkan oleh para ulama dalam sebuah kaidah: “Apa yang boleh dilakukan karena ada udzur, maka akan batal apabila udzur itu sudah tidak ada.”

Contoh: orang yang tidak menemukan air atau tidak bisa menggunakan air boleh bertayamum, namun kalau kemudian ada air maka tidak lagi tayamum dan harus berwudhu. Begitu pula jika sudah bisa menggunakan air, maka tidak boleh lagi bertayamum.

Atau terpaksa makan bangkai (semua hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah dan ataupun hewan haram lainnya) karena kondisi kelaparan. Yang tidak boleh dilakukan berulang kali.

5. Melanggar sesuatu yang terlarang dalam kondisi darurat tersebut tidak akan menimbulkan bahaya yang lebih besar.

Wallahu a'lam bishowab....

Salam Ukhwah bil ikhsan
Link Diskusi
Title : Problem Makanan TKI muslim - Haram menjadi halal sebab Darurat
Description : Problem Makanan TKI muslim Haram menjadi halal sebab Darurat Kondisi darurat mempunyai hukum tersendiri yang berbeda dengan kondisi...

0 Response to "Problem Makanan TKI muslim - Haram menjadi halal sebab Darurat"

Post a Comment