Menggabungkan 2 Ibadah yang Sejenis

MENGGABUNGKAN IBADAH SEJENIS

إِذَا اجْتَمَعَتْ عِبَادَتَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ تَدَاخَلَتْ أَفْعَالُـهُمَا وَاكْتَفَى عَنْهُمَا بِفِعْلٍ وَاحِدٍ إِذَا كَانَ مَقْصُوْدُهُـمَا وَاحِدًا

Apabila dua ibadah sejenis berkumpul maka pelaksanaannya digabung dan cukup dengan melaksanakan salah satunya jika keduanya mempunyai maksud yang sama.

MAKNA KAIDAH

Kaidah ini merupakan implementasi dari prinsip taisir (kemudahan) dalam agama yang mulia ini. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di رضي الله عنه mengatakan, “Ini merupakan nikmat dan kemudahan dari Allah سبحانه و تعالى, di mana satu amalan bisa mewakili beberapa amalan sekaligus.”[1]

Kaidah ini menjelaskan tentang dua ibadah atau lebih yang berkumpul dalam satu waktu. Timbul pertanyaan, apakah seseorang diperbolehkan hanya melaksanakan salah satunya, dengan tetap terhitung mengerjakan semuanya ? Bisakah ia meraih pahala semua ibadah itu hanya dengan melaksanakan salah satunya ? Para Ulama menjelaskan bahwa hal itu bisa apabila terpenuhi empat syarat:[2]

Pertama: Ibadah tersebut jenisnya sama. Yaitu shalat dengan shalat, thawaf dengan thawaf dan semisalnya. Jika jenisnya berbeda, seperti shalat dengan puasa, maka tidak bisa digabungkan.

Kedua: Ibadah itu berkumpul dalam satu waktu. Seperti thawaf ifadhah (yang ditunda pelaksanaannya sampai menjelang pulang ke kampung halaman) dan thawaf wada’.

Ketiga: Salah satu dari kedua ibadah tersebut tidak dilakukan dalam rangka mengqadha’ ibadah wajib yang pernah ditinggalkan. Jika salah satunya dilakukan dalam rangka qadha’ maka kedua ibadah tidak bisa digabungkan. Oleh karena itu, seseorang yang tertinggal shalat Zhuhur karena tertidur sampai datang waktu ashar, maka tidak boleh baginya mengerjakan hanya empat rakaat shalat dengan niat shalat Zhuhur dan Ashar. Dia wajib melaksanakan shalat zhuhur kemudian shalat Ashar.[3]

Empat: Salah satu ibadah tersebut bukan pengikut atau pengiring ibadah lainnya.[4] Jika salah satunya pengikut bagi yang lain, maka tidak bisa digabungkan. Oleh karena itu, shalat sunat qabliyah Shubuh yang merupakan salah satu sunat rawatib misalnya tidak bisa digabung dengan shalat Shubuh, karena shalat sunat rawatib mengikuti shalat wajibnya.[5] Demikian pula, orang yang punya hutang puasa Ramadhan dan mengqadha’nya di bulan Syawal dengan niat qadha’ sekaligus puasa sunnah enam hari Syawal tidaklah mendapatkan kecuali puasa qadha’ saja. Karena puasa Sunnah Syawal tidak bisa dikerjakan kecuali jika ia telah menyempurnakan kewajiban puasa Ramadhan.

Sebagian Ulama yang lain menyebutkan dua syarat tambahan:[6]

    Hendaknya salah satu ibadah yang digabung itu lebih besar dari yang lainnya. Seperti thawaf ifadhah dengan thawaf wada’, yang mana thawaf ifadhah lebih wajib daripada thawaf wada'; Mandi janabah dengan mandi Jum’at, di mana mandi janabah lebih wajib dari mandi Jum’at.
    Ketika mengerjakan ibadah itu, si pelaku meniatkan kedua ibadah itu atau meniatkan ibadah yang lebih besar. Jika ia meniatkan ibadah yang lebih kecil maka hanya itulah yang ia raih.

Apabila syarat-syarat tersebut terpenuhi dalam dua ibadah atau lebih, maka ibadah-ibadah itu bisa digabungkan dan cukup mengerjakan satu ibadah saja dan mendapatkan pahala semua ibadah itu. Namun jika dipisah pelaksanaan masing-masing ibadah tersebut, artinya masing-masing dilaksanakan, maka tidak diragukan lagi bahwa itu lebih sempurna. Pembolehan ini sebagai bentuk kemudahan dan keringanan bagi mukallaf.

DALIL YANG MENDASARINYA

Kaidah yang mulia ini masuk dalam keumuman sabda Nabi صلى الله عليه وسلم:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّـمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّـمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar bin al-Khathab رضي الله عنه , ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia raih atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya.”[7]
CONTOH PENERAPAN KAIDAH

Di antara contoh permasalahan yang masuk dalam implementasi kaidah ini adalah sebagai berikut:
Apabila di pagi hari Jum’at seorang laki-laki dalam keadaan janabah, maka ketika itu terkumpul padanya dua tuntutan, yaitu kewajiban mandi janabah dan mandi Jum’at. Dalam hal ini, jika ia hanya mandi sekali saja dengan niat mandi janabah dan mandi Jum’at, atau dengan niat mandi janabah saja, maka itu sudah cukup, dan ia mendapatkan pahala dua ibadah tersebut.[8]
    Jika seseorang berwudhu kemudian masuk masjid setelah adzan Zhuhur, maka ketika itu disyariatkan baginya melaksanakan tiga shalat sunnah, yaitu shalat sunnah wudhu, shalat tahiyyatul masjid, dan shalat sunnah qabliyah. Dalam keadaan ini, cukup baginya melaksanakan shalat dua rakaat dengan niat ketiga shalat dan mendapatkan pahala ketiga shalat tersebut.[9]
    Barangsiapa melaksanakan puasa sunnah enam hari bulan Syawal pada hari-hari yang disunnahkan berpuasa, seperti puasa hari-hari bidh,[10] maka ia mendapatkan pahala dua puasa sunnah tersebut, yaitu puasa Sunnah Syawal dan puasa hari-hari bidh.[11]
    Jika seseorang menyimak bacaan al-Qur’an dari dua orang, dan keduanya sama-sama membaca ayat sajdah, maka cukup baginya melakukan sekali sujud tilawah saja.[12]
    Apabila seseorang bangun dari tidur malam dan ingin berwudhu, maka ketika itu terkumpul padanya dua tuntutan ibadah. Yaitu kewajiban mencuci kedua tangan tiga kali. sebelum memasukkannya ke bejana,[13] dan Sunnah mencuci tangan tiga kali ketika awal wudhu. Dalam hal ini, cukup baginya mencuci kedua tangan tiga kali dengan niat mencuci yang wajib dan tercakup di dalamnya yang sunnah, karena ibadah yang kecil tercakup dalam ibadah yang besar.
    Jika seseorang masuk masjid dan mendapatkan jama’ah sedang melaksanakan shalat dhuhur maka terkumpul pada haknya ketika itu dua ibadah, shalat fardhu dan shalat tahiyyatul masjid. Jika ia masuk mengikuti shalat Zhuhur maka telah tercakup shalat tahiyyatul masjid sebagai pengikut.[14]
    Dalam ibadah haji, jika seseorang mengakhirkan pelaksanaan thawaf ifadhah menjelang kembalinya ke kampung halaman, maka ketika itu wajib baginya melaksakan dua thawaf, thawaf ifadhah dan thawaf wada’. Dalam hal ini, cukup baginya melaksanakan satu kali thawaf dengan niat keduanya atau dengan niat thawaf ifadhah saja dan telah tercakup di dalamnya thawaf wada’ sebagai pengikut. Adapun jika niatnya hanya thawaf wada’ saja maka ia tidak mendapatkan kecuali apa yang ia niatkan itu, yaitu thawaf wada’.[15]

Wallahu a’lam. []

Title : Menggabungkan 2 Ibadah yang Sejenis
Description : MENGGABUNGKAN IBADAH SEJENIS إِذَا اجْتَمَعَتْ عِبَادَتَانِ مِنْ جِنْسٍ وَاحِدٍ تَدَاخَلَتْ أَفْعَالُـهُمَا وَاكْتَفَى عَنْهُمَا بِفِعْ...

0 Response to "Menggabungkan 2 Ibadah yang Sejenis"

Post a Comment